Developer Jepang: Era Game Gacha Mulai Menurun

foto/istimewa

Developer Game Mobile Jepang Gacha – Jepang menjadi salah satu negara yang menghadirkan banyak game gacha dengan beragam keunikannya. Ada yang berbasis adaptasi anime, ada pula yang merupakan game orisinal. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak game tersebut perlahan mulai ditutup, termasuk yang telah berjalan bertahun tahun.

Salah satu developer game mobile Jepang pun memberikan pandangannya mengenai indikasi mulai tenggelamnya era game gacha.

Baca juga:

Salah Satu Developer Game Mobile Jepang Sebut Era Game Gacha Terindikasi Mulai Tenggelam
Pengguna Twitter X bernama suemaru, yang bekerja di sebuah developer game mobile di Jepang, membuat sebuah cuitan mengenai indikasi mulai tenggelamnya era game gacha.

Suemaru menyebut bahwa industri game gacha saat ini seolah berada di fase seperti kapal Titanic yang akan tenggelam. Ia menyinggung game seperti Dragon Quest of the Stars dan Final Fantasy Brave Exvius, yang akan segera ditutup di Jepang, padahal keduanya telah berjalan selama 10 tahun.

Menurutnya, setiap developer kini berusaha mencari “kursi aman” di tengah situasi ini. Meskipun tidak semua game akan langsung tutup, kursi-kursi yang dianggap aman tersebut pada akhirnya juga bisa tenggelam suatu hari nanti.

Nasib Karyawan dan Perusahaan
Melihat kondisi tersebut, Suemaru merasa dirinya berada di ambang batas kariernya. Meski ingin terus melanjutkan sebagai Director Game untuk genre tersebut, ia merasa pendapatannya tidak akan meningkat sama sekali.

Developer ini pun bingung mengenai masa depannya, apalagi harus menafkahi keluarga. Kondisi serupa juga dirasakan karyawan developer game mobile Jepang lainnya. Saat ini, satu satunya jalan yang bisa ditempuh adalah tetap bertahan di industri, meski dalam situasi sulit.

Suemaru juga membagikan pandangannya terkait potensi tim developer game indie dan pemanfaatan teknologi AI dalam industri. Namun, menurutnya, dibutuhkan waktu lama hingga seseorang benar benar mampu membuat game menarik menggunakan AI, apalagi jika proses produksinya bergantung pada AI tanpa menimbulkan risiko karyawan terkena “sikat” (dibaca: dipecat).

Menurut Suemaru, pekerjaan di industri hiburan seperti video game membutuhkan “emosi” yang kuat dalam proses pembuatannya. Emosi yang dimaksud bukan sekadar membuat orang menangis, melainkan mampu menyentuh hati. Ia percaya, suatu produk bisa menyentuh hati orang ketika mampu melampaui ekspektasi mereka.

Suemaru juga menekankan bahwa orang akan lama kelamaan terbiasa dengan sesuatu dan bisa merasa bosan. Antusiasme terhadap AI yang tengah ramai diperbincangkan saat ini suatu hari nanti mungkin akan menjadi hal biasa. Di saat itulah ide dan kreativitas manusia bisa menghadirkan emosi yang melampaui ekspektasi orang.

Sebagai penutup, ia menegaskan bahwa media hiburan tidak akan mati. Dengan motivasi itu, ia berusaha menemukan ruang di mana ia bisa terus “berenang” meski kapal telah tenggelam.

Artikel Terkait